Senin, 26 November 2012

about 'Nanggelan'


Larutku pertama di alam bebas bersamamu. Melihat rembulan yang tidak purnama, bertabur bintang yang pendarnya temaram. Meski langit terasa begitu jauh, namun keindahannya tetap tak dapat berkhianat.
Kita berjalan menyusuri pantai, duduk berdua di depan hangatnya api unggun. Meski jemari kita tidak saling berpadu karena kita sibuk menggaruki kaki kita yang diserang oleh agas-agas dan nyamuk-nyamuk liar. Meski obrolan kita bukan pula obrolan tentang keindahan, tapi biarkan itu menjadi romantisme tersendiri dengan caranya sendiri.
Sebenarnya aku ingin menggamit lenganmu, atau merangkulkan tanganku di pinggangmu, atau mengecup manis pipimu, sebagai tanda bahwa keindahan malam itu begitu besar hingga tidak ada kata-kata yang sanggup membahasakannya.
Aku begitu menikmati momen ini, momen yang belum tentu setahun sekali dapat kita lakukan. Sejak awal berangkat, hingga kepulangan kita. Meski banyak yang harus sama-sama kita tahan, tetapi semuanya tetap tidak melunturkan keindahan yang ada. Ketika senja kita berjalan menyusuri pantai, ketika malam kita pun berbincang hingga larut dan kau tertidur pulas dan lupa untuk melayarkan perahu kertas kita di dini hari yang pendar bintangnya makin terang. Ketika pagi aku membuka mata dengan kau yang berada di sebelahku, masih dengan mata yang tertutup rapat, dan itu selalu dapat membuatku tersenyum ketika mengingatnya (karna menurutku itu lucu dan menyenangkan :p), dan aku pun membangunkanmu, hanya dengan ucapan selamat pagi tanpa kecupan hangat untuk kasihku. Kemudian kita berjalan lagi menyusuri pantai, masih dengan kantuk yang mendera, hanya untuk menikmati udara pagi di pantai bersama. Dan banyak lagi yang kita lakukan bersama, dari mulai masak bersama hingga mandi bersama (jangan mikir yang aneh-aneh ya :p).
And the most important thing from that moment is we have made an experience and sweet memories. We can share about what we have done to our kids even grandchild, so they can make the more beautiful thoughts and hope about their lifes and have a better stories. I hope J
Mungkin sudah terlalu banyak berbicara aku untuk malam ini. Cukup dulu ya, nanti ku sambung lagi di cerita yang berbeda. Selamat malam, blog. Selamat malam Cindoku J

Senin, 08 Oktober 2012

Halo Deary :)

Halo Deary, my blog yang tak pernah ku sentuh dalam beberapa bulan terakhir. Mungkin kalau ia adalah besi, ia sudah berkarat akut.
Dan pada kali ini aku hanya ingin menyapa blog yang sudah lama tidak terjamah olehku, semoga kau kembali tenang karna sudah ku kunjungi. Seperti si empunya yang kembali merasakan ketenangan dan kenyamanan yang sempat singgah. Haha
Sudah, cukup saja dulu sebagai pemanasan kembalinya aku di kehidupan blog ini. Besok dilanjutkan lagi perjalanan kita. Aku menonton Barcelona dulu ya! Selamat menjelang dini hari!

Senin, 23 Juli 2012

Pesan untuk Perempuan

Aku hanya ingin menulis tentang keherananku pada dunia jaman sekarang. Ketika dimana-mana aku dapat melihat begitu banyak perempuan yang wajahnya serupa tapi tak sama. Serupa dalam artian bahwa mereka sama-sama memakai krim pemutih wajah yang membuat wajah mereka menjadi tak ada beda dengan perempuan lain karna hasil dari memakai krim tersebut adalah wajah menjadi putih. Hanya putih, tidak ada ciri khasnya lagi.
Kemudian style mereka juga tak jauh berbeda. Dengan memakai pakaian yang dibeli secara online, tas-tas merek terkenal seperti Chanel atau Louis Vuitton, sepatu hak tinggi serta perhiasan-perhiasan yang agak sedikit terkesan lebih tua dari yang seharusnya mereka pakai pada umur mereka.
Aku memang perempuan, tetapi aku justru muak melihat perkembangan perempuan jaman sekarang yang seperti itu. Rasa-rasanya perempuan-perempuan itu sudah menjadi korban mode, diperdaya oleh sesuatu yang dinamakan trend yang justru itu sama sekali tidak membuat mereka menjadi seorang yang keren! Memprihatinkan!
Ketika ada di antara kalian, perempuan-perempuan yang kebetulan membaca tulisanku ini, dan kebetulan bertingkah seperti yang aku sebutkan di atas, ayo kita ciptakan style kita sendiri! Jangan mau hanya menjadi pengikut dan menjadi sama dengan orang lain. Modis itu bukan berarti mengikuti trend, tetapi bagaimana kita menciptakan trend versi kita sendiri. Mode versi kita sesuai dengan kepribadian kita, dengan menjadi diri sendiri. Percaya dirilah dengan apa yang kita miliki.
I wrote this because i care to you, women. I love you, and i want all of you could be the real women. Not only being 'just' beautiful. Apa kalian mau hanya dikejar-kejar laki-laki karna kecantikanmu saja? Yang begitu mereka sampai di kasur denganmu, mereka tidak lagi mengejarmu sesudahnya dan justru mengejar perempuan lain yang mereka anggap lebih cantik darimu. Yang akhirnya membuat perempuan hanya menjadi pemuas bagi laki-laki Kecantikanmu tidak sebanding jika hanya itu yang kalian dapat! It's not worthy, gals!
Maafkan jika di antara kalian ada yang tersinggung dengan tulisan ini. Aku hanya sekedar melampiaskan keprihatinanku saja. Terima kasih.

Ceracau yang Kacau

Ini sudah lewat tengah malam. Dan aku masih terjaga. Entah pikiran apa yang sedang merasuk, rasanya aku sama sekali tidak mengantuk. Imaji melayang entah ke mana. Hasratku hanya menginginkan sebuah ketenangan. Tenang yang benar-benar tenang, tidak hanya senyap. Membayangkan setiap hela nafasku tak lagi risau, berharap setiap pagi aku terbangun tanpa harus berceracau.
Di mana tenang? Rasa-rasanya Lagu Kesepian dari Efek Rumah Kaca sangat pas untuk menemaniku malam ini. Aku yang mendamba tenang di tengah riuhnya rasa yang pilu serta kelu. Rasa yang harus tertahan, tanpa ucap, dan hanya menjalani sebuah ikatan yang tak nyata.
Ingin rasanya ada yang memelukku. Karna aku merasa sedikit tenang ketika dipeluk. Pelukan dari seseorang yang sosoknya tak asing bagiku, dengan bahu yang lebar, lengan yang tidak begitu besar namun kuat dan berotot, dan postur yang bisa merengkuhku begitu dalam hingga aku tenggelam dalam pelukannya.
Haha. Sepertinya tulisan ini sangat mengacau. Tapi aku hanya ingin sekedar meluapkan, bukan apa-apa. Seperti yang Raditya Dika pernah katakan bahwa blog adalah diari elektronik, jadi aku pun bebas untuk menulis apapun yang ku mau bukan? Meski kelihatannya sedikit alay dan menye-menye, tetapi sekali lagi ini hanya sekedar tulisan. Jangan terlalu diambil hati dan dianggap serius lah ya. Hehe
Oke. Cukup sekian dulu saja untuk malam ini. Gudnite :)

Sabtu, 21 Juli 2012

Halo :)

Sudah lama sekali aku tak bersua dengan blog ku. Apa kabar, blog? Apakah baik-baik saja? Hehe
Aku tidak bercumbu dengan blog bukan karena aku sedang sibuk, justru aku sedang tidak ada kesibukan yang menyita, tetapi aku hanya sedang sedikit malas saja untuk berlama-lama dengan dunia maya. Entah kemuakan apa yang sedang mendera. Rasa hati untuk menengok apa yang ada di dunia maya sedang tidak berhasrat. Justru aku sedang senang-senangnya bernostalgia dengan apa yang kusukai sebelum sekarang. Aku sedang sangat suka mendengarkan lagu yang jaman SMA selalu ku putar, aku sedang sangat suka untuk membaca apa yang dulu sering aku baca, aku juga sedang gemar bernostalgia pikiran ke masa silam ketika aku masih mengenakan seragam abu-abu hingga ke masa beranjaknya aku menjadi mahasiswi.
Aku sedang rindu dengan masa sekolahku dulu, ketika aku masih menjadi salah satu siswi yang tengil, yang dipanggil wali kelas karena bajuku yang selalu keluar, yang sepatunya disita oleh kepala sekolah karena tidak berwarna hitam polos hingga aku harus bertelanjang kaki selama sekolah berlangsung, atau yang dihabisi dengan sebutan tidak enak oleh guru yang sedang mengajar di depan kelas hingga telingaku memerah mendengar itu semua. Aku rindu dengan teman-temanku dan kebiasaan ngopi-nya, aku rindu dengan suasana kelas yang selalu gemuruh dengan canda tawaku dan teman-temanku, aku rindu dengan panggilan "ciprud" dari teman-temanku, dan aku rindu ketika aku dulu pernah merasakan yang namanya patah hati hingga pernah menangis di dalam kelas bersama dengan teman-temanku. Yang terakhir sungguh payah. Haha
Dan sekarang aku sudah sangat jauh dari ketika itu. Aku sudah menjadi mahasiswi yang mendekati akhir, yang hanya tinggal hitungan bulan saja hingga lulus kuliah. Aku sudah tidak bisa lagi memikirkan kesenangan-kesenangan yang dulu selalu aku lakukan. Kesenangan untukku sekarang sudah berbeda. Masa kuliahku yang sudah tidak bisa diisi dengan main-main seperti ketika sekolah dulu, teman-teman yang agak sedikit individualis bahkan oportunis, atau bahkan hubungan kasih yang tidak se-alay ketika aku masih remaja dulu. Dan ketika aku mengingat itu semua aku hanya bisa tertawa, senang bila setiap potongan memori yang lucu itu datang menghampiri pikiranku.
Kini aku sudah sampai pada masa dimana aku harus mulai membangun masa depan. Memikirkan mau jadi apa aku kelak, mau ke mana aku nanti setelah lulus, dan mau dibawa ke mana hubungan yang laten ini ( bukan lagu Armada ya! :p ). Dan kesemuanya itu harus mulai ditanggulangi dan diantisipasi sejak sekarang!
#Ah, ngomongnya jadi ngelantur kemana-mana. Sepertinya saya sudahi dulu saja sampai disini menulisnya daripada makin ga jelas arah pembicaraannya. Besok kita sambung lagi ya, blog! :)

Jumat, 25 Mei 2012

Untukmu, Laki-laki Pemalu!


Mataku selalu mencari kemana bayangmu pergi. Senyummu, diammu, pandanganmu, semua selalu dapat menahan mataku untuk menamatkan pandangannya padamu. Seakan-akan seluruh duniaku ada padamu. Kau mampu memalingkanku dari duniaku. Padahal kau bukan siapa-siapa, belum menjadi apa-apa. Tapi jelas sekali bahwa separuh hatiku telah kau curi. Dan aku ingin menyerahkan sebagian lainnya secara ikhlas dan sadar padamu. Berikanlah kesempatan, biarkanlah waktu yang mengatur agar semua yang indah terjadi. Aku ingin mengenalmu lebih dalam, lebih jauh dari tempatku berada saat ini. Dan sembari waktu yang berbicara, aku hanya bisa menahan kelu!

Sabtu, 21 April 2012

'Trip' Dadakan #Part 1

Sabtu pagi. Saya pergi ke kampus. Bukan untuk bermain atau untuk urusan lain. Tetapi untuk kuliah. Kuliah pengganti lebih tepatnya. Dan pada hari itu juga bertepatan dengan acara diklat dari salah satu UKM -Unit Kegiatan Mahasiswa- yang saya ikuti. Niat awal untuk kuliah pun berubah ketika melihat teman-teman rombongan bersiap untuk berangkat ke lokasi diklat yaitu Guci Alit, Lumajang. Padahal awalnya saya memang tidak berminat untuk mengikuti kegiatan tersebut, karena kondisi saya memang masih belum stabil, masih malas untuk beraktivitas, atau bahkan bepergian jauh. Namun ketika melihat semangat dari teman-teman, saya pun ikut bersemangat untuk berangkat. Setelah panjang lebar berdiskusi bagaimana jika saya jadi ikut, akhirnya disepakati bahwa saya akan naik motor berboncengan dengan ketua saya. Dan saya pun kembali ke rumah untuk menyiapkan peralatan saya. Batal kuliah.
Dengan persiapan yang mungkin hanya sekitar 15 menit, berbekal kaos 2, celana pendek, celana tidur, alat mandi dan pelembab, serta mukenah yang hanya tertampung dalam satu tas ransel, saya pun nekat berangkat, sekitar pukul 10.
Perjalanan menuju lokasi cukup panjang, juga melelahkan. Meski kena macet, kemudian berhenti sebentar untuk minum es, lanjut lagi berkendara. Cukup melelahkan juga. Karna lokasi yang menjadi tujuan berada di daerah dataran tinggi, sehingga ketika hampir sampai di sana, udara sejuk pun sudah mulai terasa. Dan ketika kesejukan sudah terhirup, segala lelah pun hilang. Begitu pula dengan penat.
Sesampainya di lokasi sekitar pukul 12, saya pun langsung makan. Sudah lapar karena menempuh perjalanan yang cukup panjang dan terjal. Setelah itu, saya pun bersantai di teras penginapan. Sambil bernyanyi-nyanyi diiringi gitaran teman-teman. Istirahat asyik ini namanya.
Hampir sore, ketika sedang asyik mengobrol, ada yang menawari untuk pergi ke lokasi air terjun yang letaknya berjarak 2 km dari penginapan. Pasti asyik nih, pikirku. Dan dengan semangat penuh saya pun mengajak yang lain untuk pergi kesana. Namun hanya ada dua motor. Akhirnya yang berangkat hanya 6 orang, dengan satu motor ditumpangi 3 orang. Saya berboncengan dengan Alin dan Ferly (dan saya duduk paling belakang :D), sedangkan motor yang lain ada Deny, Kak Husein dan Kak Abi. Tidak disangka, ternyata perjalanan menuju lokasi air terjun lebih terjal daripada perjalanan terdahulu. Jauh lebih melelahkan dan menyakitkan karna kaki yang terpaksa tergantung dari motor. Dan lebih parahnya lagi, kami yang satu motor ini tidak tahu arah harus kemana, ditinggal oleh rombongan motor yang lain. Hampir saja kami menyerah untuk melanjutkan perjalanan. Karna jalanan yang sangat sangat tidak mendukung, dan kondisi motor yang kurang baik untuk ditumpangi bertiga. Payah. Namun akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan sisa perjalanan karna kami tidak mau rugi. Perjalanan berlanjut dengan usaha dan tenaga yang masih membuat lelah. Tidak lama, kami pun menemukan lokasi air terjun yang dituju, dan, WAH, tidak sia-sia kami bersusah payah menuju kemari! Air yang segar dan pemandangan yang bagus membuat kami tidak merasa rugi datang kesini! 

Setelah puas bermain, kami pun kembali ke penginapan. Selanjutnya kami berjalan-jalan ke kebun teh, dan kemudian yang laki-laki bermain bola. Saya hanya menjadi penonton saja. Menjelang maghrib saya pun kembali dan mandi.

Setelah mandi dan sholat, saya bersantai. Memikirkan tujuan saya ikut kegiatan ini, yaitu untuk melepas segala gundah dan penat di Jember. Menghilangkan segala pikiran buruk dan memori buruknya. Mencari suasana baru yang menyenangkan. Sudah terlalu penat dan bosan saya di Jember! Sembari berpikir, saya juga menyelipkan harapan supaya segala tujuan saya tercapai dan ketika saya kembali nanti keadaan akan menjadi lebih baik lagi!
Malam pun datang. Acara masih berlanjut. Setelah pemberian materi dan makan malam, peserta diklat diajak bermain games sederhana yang dipandu oleh Kak Abi. Saya ikut bermain. Games pertama tentang kekompakan. Tidak terlalu buruk lah hasilnya. Games kedua tentang impian. Kami disuruh menulis 5 impian kami. Giliran saya yang menulis, hanya sampai pada 4 impian, yaitu “Keliling Indonesia”, “Lanjut S2 di luar negeri”, “Menjadi Penulis”, dan “Keliling Dunia”. Haha.
Setelah permainan-permainan dilaksanakan, saya pun menyiapkan api unggun. Kayu yang telah disiapkan oleh teman-teman saya sedikit basah oleh hujan. Namun api unggun harus tetap dinyalakan demi lancarnya acara. Dan saya butuh kopi untuk menemani malam saya. Sayangnya di sekitar penginapan tidak ada warung, sehingga saya harus berpusing-pusing ria menahan hasrat mengopi. Ah, tidak enak sekali!

-To be continued-

Selasa, 10 April 2012

[not] Galau

sudah beberapa minggu. dan saya masih saja belum bisa membiasakan diri. yang sedang saya usahakan untuk membuangnya adalah energi-energi negatif yang membuat ini semua menjadi sia-sia.
dan dalam keadaan seperti ini, saya bertemu kembali dengan orang-orang yang pernah membuat saya kelu. sangat kelu. karena sesuatu hal yang pernah dirasa namun tak pernah terungkapkan dengan baik. semua menjadi misteri di masa yang lalu, dan masih menjadi teka teki hingga kini. sejarah yang belum tuntas menjadi sejarah. ah, untuk apa dipikirkan hal-hal yang lalu seperti itu. hanya menimbulkan penyesalan karna memilih untuk berdiam bahkan tidak menanggapinya menjadi berkembang dalam benak.
#ini bukan kegalauan

Senin, 09 April 2012

Penegakan Keadilan Restoratif di dalam Sistem Peradilan Pidana Anak


BAB IV
PEMBAHASAN


4.1. Penerapan Prinsip Keadilan di dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Di dalam rumusan sila kedua dan sila kelima Pancasila, terdapat kata “keadilan” yang menunjukkan bahwa memang keadilan itu harus ditegakkan dan dijunjung tinggi. Penegakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat memiliki arti penting dalam salah satu upaya membangun peradaban bangsa yang tinggi dan bermartabat. Tidak akan maju peradaban dari suatu bangsa apabila tidak didasarkan atas peri kehidupan berkeadilan. Disinilah hukum berfungsi sebagai pelindung kepentingan manusia, menciptakan ketertiban dan keseimbangan sehingga tercapailah keadilan yang diharapkan.
Keadilan adalah tujuan akhir dari sebuah sistem hukum, yang terkait erat dengan fungsi sistem hukum sebagai sarana untuk mendistribusikan dan memelihara suatu alokasi nilai-nilai dalam masyarakat, yang ditanamkan dengan suatu pandangan kebenaran, yang secara umum merujuk kepada keadilan. (Lawrence M.Friedman, 1975 : 17-18). Terkadang hukum positif tidak sepenuhnya menjamin rasa keadilan, dan sebaliknya rasa keadilan seringkali tidak memiliki kepastian hukum, sehingga komprominya adalah bagaimana agar hukum positif yang ada selalu merupakan cerminan dari rasa keadilan itu. (Dyah Octorina dan IGN Parikesit, 2011 : 8)
Keadilan ini adalah ihwal yang mendasar bagi bekerjanya suatu sistem hukum. Sistem hukum tersebut sesungguhnya merupakan struktur atau kelengkapan saja untuk mencapai konsep keadilan yang telah disepakati bersama. (Satjipto Rahardjo, 2007 : 270)
Dalam sistem hukum di mana pun di dunia, keadilan selalu menjadi objek perburuan, khususnya melalui lembaga pengadilannya. Dari pengamatan terhadap sistem hukum di dunia, hampir tidak ada negara yang benar-benar telah puas dengan sistem hukum yang digunakannya. Oleh karena itu, perombakan, pembaruan atau reform, dapat kita lihat terjadi dari waktu ke waktu di berbagai negara. Bahkan, Amerika Serikat (AS) yang sering “dijagokan”, sampai sekarang masih terus gelisah menginginkan pembaruan.
Usaha penegakan keadilan memerlukan perlindungan hukum yang kuat. Paying pertama yang paling penting adalah berupa produk perundang-undangan dan peraturan pemerintah. Produk perundang-undangan dan peraturan pemerintah tersebut harus mampu memberikan jaminan bagi terselenggaranya prosedur dan kesempatan yang adil bagi setiap masyarakat. Keduanya juga harus lahir dari prosedur yang adil dan hak yang sama bagi setiap orang.
Keberadaan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang jelas-jelas berpihak pada program penegakan keadilan sosial berdimensi kerakyatan jelas menjadi modal awal yang sangat penting dalam melahirkan produk perundang-undangan di bawahnya. Keberadaan pasal ini sekaligus memperlihatkan adanya political will negara dalam membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kini tinggal bagaimana pesan yang tercantum dalam konstitusi itu harus diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Selanjutnya, agar semua usaha penegakan keadilan dapat berjalan dengan baik, perlu pula dibangun institusi-institusi yang khusus bertugas di bidang penyelenggaraan sekaligus pemantau program-program penegakan keadilan. Dengan demikian, institusi tersebut tdak hanya diarahkan pada upaya penyelenggaraan usaha penegakan keadilan semata tetapi sekaligus sebagai pemantau pelaksanaan program penegakan keadilan. (Rena Yulia, 2010 : 135)
Dalam rangka mewujudkan suatu keadilan tersebut, maka diperlukan suatu kegiatan peradilan atas pelanggaran hukum yang biasanya lazim juga disebut kegiatan penegakan hukum. Penegakan hukum dalam arti sempit menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau pengacara, dan badan-badan peradilan. Oleh karena itu, dalam arti sempit, aktor-aktor utama yang peranannya sangat menonjol dalam proses penegakan hukum itu adalah polisi, jaksa, pengacara, dan hakim. (Jimly Asshidiqqie, 2010 : 312)
Adapun aktor-aktor penegak hukum atau yang juga merupakan komponen dari sistem peradilan pidana meliputi (Yesmil Anwar dan Adang, 2009 : 64) :
1.      Kepolisian, memiliki tugas utama menerima laporan dan pengaduan dari publik manakala terjadinya tindak pidana, melakukan penyelidikan adanya penyidikan tindak pidana, melakukan penyaringan terhadap kasus-kasus yang memenuhi syarat untuk diajukan ke kejaksaan, melaporkan hasil penyidikan kepada kejaksaan dan memastikan dilindunginya para pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana.
2.      Kejaksaan dengan tugas pokok yaitu menyaring kasus yang layak diajukan ke pengadilan, mempersiapkan berkas penuntutan, melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan.
3.      Pengadilan yang berkewajiban untuk menegakkan hukum dan keadilan, melindungi hak-hak terdakwa, saksi dan korban dalam proses peradilan pidana, melakukan pemeriksaan kasus-kasus secara efisien dan efektif, memberikan putusan yang adil dan berdasarkan hukum, dan menyiapkan arena public untuk persidangan sehingga public dapat berpartisipasi dan melakukan penilaian terhadap proses peradilan di tingkat ini.
4.      Lembaga pemasyarakatan, yang berfungsi untuk menjalankan putusan pengadilan yang merupakan pemenjaraan, memastikan perlindungan hak-hak narapidana, melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki narapidana, mempersiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat.
5.      Pengacara, dengan fungsi melakukan pembelaan bagi klien, dan menjaga hak-hak klien dipenuhi dalam proses peradilan pidana.
Fungsi sistem peradilan pidana untuk menanggulangi kejahatan sangat diperlukan dalam penegakan hukum. Akan tetapi sistem yang ada sekarang belum berfungsi secara optimal. Hal itu dikarenakan banyak hal-hal yang belum sesuai dengan kondisi masyarakat. Kondisi masyarakat yang terus berkembang memaksa hukum untuk terus berkembang pula, menyesuaikan dengan keinginan masyarakat agar tetap dapat menjaga rasa keadilan dan kepastian hukum yang selama ini diinginkan.
Dalam sistem peradilan pidana anak, komponen-komponen yang dimiliki pun sama dengan sistem peradilan pidana biasa. Hanya saja yang membedakan adalah penerapan prinsip-prinsip dalam sistem peradilan pidananya, yaitu adanya pengistimewaan perlakuan atau perbedaan perlakuan terhadap pelakunya. Pada prinsipnya, perlakuan-perlakuan khusus yang seharusnya dilakukan oleh aparat penegak hukum telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Namun faktanya, masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum oleh aparat penegak hukum. Seperti yang terjadi di Terminal Bandara Cengkareng, dimana petugas yang berwenang dengan arogan menangkap dan menahan anak yang diduga sedang berjudi, atau ada kasus di Yogyakarta yaitu terjadi kekerasan yang dilakukan terhadap anak yang sedang menjalani penyidikan dan mereka ditahan bersama dengan orang dewasa. Padahal dalam hal penyidikan dan penahanan sebisa mungkin tidak bercampur dengan orang dewasa agar tidak menimbulkan trauma, merusak moral dan membahayakan mental si anak. Juga dalam kasus Raju dari Sumatera, hakim yang memeriksa dalam persidangan memakai toga, padahal dalam Undang-Undang tentang Pengadilan Anak, hakim tidak diperbolehkan memakai toga. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh aparat penegak hukum. Dengan melihat penanganan yang di luar ketentuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum tersebut , dapat dikatakan bahwa cara tersebut sebenarnya sudah menghukum anak sebelum adanya vonis hakim.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam hal menegakkan hukum dalam sistem peradilan pidana anak. Anak yang diduga melakukan tindak pidana harus selalu didampingi oleh pengacara dan psikolog anak, mulai dari proses penyidikan sampai proses persidangan. Adanya penahanan, harus dipertimbangkan sematang-matangnya karena langkah itu adalah upaya terakhir. Sedangkan proses persidangan harus dilakukan secara tertutup kecuali pada saat pembacaan putusan. Sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku ini bisa berupa tindakan mengembalikan si anak kepada orang tua, menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja, serta menyerahkan ke Departemen Sosial untuk mengikuti pembinaan.
Beberapa hak-hak anak dalam proses peradilan pidana perlu diberi perhatian khusus, demi peningkatan pengembangan perlakuan adil dan kesejahteraan yang bersangkutan. Proses peradilan pidana ini meliputi proses sebelum sidang peradilan, selama sidang peradilan, dan setelah sidang peradilan. Sehubungan dengan ini maka ada beberapa hak-hak anak yang perlu diperhatikan dan diperjuangkan pelaksanaannya, yaitu (Bismar Siregar, 1986 : 51-55) :
1.      Sebelum persidangan :
1)      Hak diperlakukan sebagai yang belum terbukti bersalah;
2)      Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja;
3)      Hak untuk mendapatkan pendamping, penasihat dalam rangka mempersiapkan diri dalam persidangan yang akan datang dengan prodeo;
4)      Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan terhadap dirinya.
2.      Selama persidangan :
1)      Hak mendapatkan penjelasan mengenai tata cara persidangan dan kasusnya;
2)      Hak mendapatkan pendamping, penasihat selama persidangan;
3)      Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan mengenai dirinya;
4)      Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial;
5)      Hak untuk menyatakan pendapat;
6)      Hak untuk memohon ganti rugi atas perlakuan yang menimbulkan penderitaan, karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur  dalam KUHAP Pasal 1 ayat 22;
7)      Hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan atau penghukuman yang positif, yang masih mengembangkan dirinya sebagai manusia yang seutuhnya;
8)      Hak akan persidangan tertutup demi kepentingannya.
3.      Setelah persidangan :
1)      Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan ide mengenai pemasyarakatan;
2)      Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja;
3)      Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang tua dan keluarganya.
Hak-hak atas anak yang sedang berhadapan dengan hukum juga telah diatur dalam Undang-undang tentang Pengadilan anak yang berperspektif perlindungan terhadap anak itu sendiri. Para penegak hukum yang telah memperlakukan anak dengan semena-mena seperti yang disebut sebelumnya, tidak mengimplementasikan norma tersebut di dalam proses peradilan. Sehingga, anak pun tidak mendapatkan keadilan yang sepantasnya didapatkan. Dari sekitar 7.000 kasus anak yang berhadapan dengan hukum setiap tahunnya, sekitar 90 persen diproses pengadilan dan berakhir dengan vonis pidana. Hanya 10 persen yang tidak. Ini menunjukkan betapa mengkhawatirkan penanganan dan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum atau anak sebagai pelaku tindak pidana.
Sistem atau penyelenggaraan hukum di Indonesia dewasa ini dalam suasana keambrukan. Hal yang paling sering disoroti adalah kinerja pengadilan atau sistem peradilan kita yang jauh dari memuaskan. Tetapi sebetulnya, fokus keambrukan itu lebih luas daripada hanya di pengadilan. Berdasarkan pengalaman di negara lain, fokus perhatian ingin diarahkan pada konsep kita tentang keadilan dan apa yang perlu diperbaiki. Sistem peradilan pidana yang diharapkan dapat berperan dalam penataan keadilan dan sebagai sarana pengendalian sosial, justru mengakibatkan ketergantungan pada kekuasaan politik dominan dan mengakibatkan kecenderungan mempertahankan tata tertib sosial serta melegitimasi pola-pola subordinasi sosial. Sistem peradilan pidana yang diharapkan dapat mewujudkan keinginan masyarakat untuk memperoleh keadilan, justru bergantung terhadap penguasa sehingga seolah-oleh hukum hanya milik penguasa, bukan milik masyarakat
Dari kondisi yang digambarkan di atas, maka perlu dilakukan reformasi terhadap sistem penegakan hukum dengan melakukan pembaruan dan perombakan secara tidak tanggung-tanggung. Pembaruan yang tidak setengah-setengah ini adalah dengan melakukan konseptualisasi  tentang keadilan yang pada gilirannya akan menggerakkan seluruh sistem hukum kita. Semua itu dilakukan dalam kerangka mewujudkan suatu pembaruan lebih besar menuju penegakan hukum atau penyelenggaraan hukum yang progresif.
Merumuskan konsep keadilan progresif dapat dimulai dari mengenali sisi kebalikannya, yaitu keadilan yang tidak progresif. Sebagai akibat dari hukum modern yang memberikan perhatian besar terhadap aspek prosedur, kita dihadapkan pada pilihan besar  antara pengadilan yang menekankan pada prosedur atau pada substansi. (Satjipto Rahardjo, 2007 : 274). Antara keadilan retributif atau keadilan restoratif. Perdebatan tentang keadilan dalam pemidanaan yang tepat menggambarkan perbedaan antara perspektif keadilan retributif dan perspektif keadilan restoratif, baik keadilan prosedural maupun keadilan substantif.
Keadilan restoratif adalah bukan keadilan yang menekankan pada prosedur (keadilan prosedural), melainkan keadilan substantif. Kita menginginkan keadilan substantif menjadi dasar dari negara hukum kita, karena itu prospek yang sangat baik untuk membahagiakan bangsa kita. Negara hukum Indonesia hendaknya menjadi negara yang membahagiakan rakyatnya dan untuk itu di sini dipilih konsep keadilan yang restoratif, yang tidak lain adalah keadilan substantif tersebut.
Menurut Agustinus Pohan, keadilan restoratif merupakan konsep keadilan yang sangat berbeda dengan apa yang dikenal dalam sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini yang bersifat retributif. Keadilan restoratif merupakan sebuah pendekatan untuk membuat pemindahan dan pelembagaan menjadi sesuai dengan keadilan. (Rena Yulia, 2010 : 164)
Dalam rangka menjadikan keadilan substantif sebagai inti pengadilan yang dijalankan di Indonesia, Mahkamah Agung (MA) memegang peranan yang sangat penting. Sebagai puncak dari badan pengadilan, ia memiliki kekuasaan untuk mendorong pengadilan dan hakim di negeri ini untuk mewujudkan keadilan yang progresif tersebut.
Sekarang, di tengah-tengah usaha untuk memulihkan citra hukum di Indonesia, terbuka peluang besar bagi Mahkamah Agung (MA) untuk memelopori pengadilan yang berjalan progresif. Dalam kaitan itu, Mahkamah Agung (MA) perlu mendorong dan membersarkan hati para hakim yang berani mewujudkan keadilan yang progresif tersebut.
Pengadilan dan sistem pengadilan di Indonesia sebaiknya memanfaatkan berbagai kelebihannya, karena tidak menggunakan adversary system, dimana hakim berperan aktif sehingga dapat menghindari berbagai kelemahan hakim yang frustasi karena kehilangan kendali tersebut di atas. Apabila oleh para pengkritiknya dikatakan bahwa hukum di Amerika Serikat mengalami frustasi karena kehilangan kendali dalam mewujudkan keadilan, di Indonesia hakim justru berperan kuat. Maka progresivitas pengadilan di negeri ini untuk sebagian, penting ditentukan oleh apa yang dilakukan para hakimnya.
Hakim menjadi faktor penting dalam menentukan, bahwa pengadilan di Indonesia bukanlah suatu permainan untuk mencari menang, melainkan mencari kebenaran dan keadilan. Kita akan menjadi semakin jauh dari cita-cita “pengadilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan” apabila membiarkan pengadilan didominasi oleh “permainan” prosedur.
Dalam hal proses peradilan pidana anak, seringkali anak-anak tidak seringkali tidak diperhatikan hak-haknya sehingga perlu mendapat bantuan dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya. Jadi perlindungan anak antara lain meliputi pula perlindungan terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara seimbang dan manusiawi. Proses peradilan anak harus pula diamati dan dipahami menurut proporsi yang sebenarnya secara dimensional (sesuai dengan hakikat), oleh karena permasalahan ini adalah suatu hasil interaksi karena adanya interrelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Semua pihak harus dilibatkan sesuai dengan kemampuan masing-masing, dimana masing-masing mempunyai hubungan fungsional bahkan mempunyai tanggung jawab fungsional dalam hal-hal tertentu.
4.2. Urgensi Pengadopsian Keadilan Restoratif Di Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Kondisi sistem peradilan di Indonesia saat ini sudah tidak sesuai dengan asal usul tugas dan fungsi dari sebuah peradilan itu sendiri. Oleh karena itu merupakan sebuah lembaga yang menjadi andalan dari sebuah masyarakat dan menjadi sebuah tumpuan dan harapan  terakhir bagi mereka  yang mencari keadilan dan kepastian hukum.
Saat ini keadilan hukum yang terjadi di Indonesia merupakan sebuah keadilan yang retributif yaitu sebuah keadilan yang hanya memfokuskan pada pertahanan hukum dan Negara. Selain itu keadilan yang diberikan hanya pemberian dan penghukuman kepada pelakunya saja dan pertanggungjawaban kepada korbannya itu belum ada. Sehubungan dengan adanya Undang – Undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban menyatakan bahwa seorang korban mendapat perlindungan melalui sebuah lembaga yang dinamakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang memiliki tugas dan wewenang yaitu : untuk memberikan perlindungan dan hak – hak lain kepada saksi dan/ atau korban sebagaimana diatur di dalam undang – undang itu.
Perlindungan yang diberikan oleh Lembaga Saksi dan Korban (LPSK) pada korban berupa :
1.      Penghargaan atas harkat dan martabat manusia
2.      Rasa aman
3.      Keadilan
4.      Tidak diskriminatif
5.      Kepastian hukum
Keadaan yang terjadi saat ini, bahwa walaupun ada sebuah lembaga yang menangani mengenai korban, akan tetapi di dalam fakta yang terjadi seorang korban dari tindak pidana tersebut tidak mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang telah diatur.
Banyaknya kasus pidana yang sering mengusik rasa keadilan selalu menjadi perhatian masyarakat. Salah satunya yang menimpa seorang bocah berinisial AAL yang dituduh mencuri sandal seorang anggota polisi.[http://www.kemenkumham.go.id/berita-utama/544-menkumham-dorong-penerapan-keadilan-restoratif diakses tanggal 07 april 2012]. Dari kasus yang terjadi pada seorang anak tersebut dapat dilihat bahwa keadilan retributif atau keadilan yang terjadi dan diterapkan di Negara Indonesia ini kurang tepat. Oleh karena itu perlunya penerapan keadilan restoratif agar keadilan dan kepastian hukum yang ada bisa tercipta dan sesuai dengan keadilan di masyarakat.
Sebuah keadilan restoratif seharusnya dapat diterapkan agar lebih melindungi korban dengan meminta pertanggungjawaban oleh pelaku. Keadilan restoratif itu memiliki penerapan yang dilakukan dengan cara melakukan musyawarah, pendekatan kekeluargaan antara pelaku, korban, dan masyarakat sehingga sedapat mungkin menghindarkan anak dari lembaga peradilan. Serta para penegak hukum memiliki peran lain yaitu sebagai penengah dalam suatu keadilan restoratif tersebut. Korban harus didukung dan dapat dilibatkan secara langsung dalam proses penentuan kebutuhan dan hasil akhir dari kasus tindak pidana yang dialaminya. Pelaku tindak pidana harus direhabilitasi dan direintegrasikan dalam masyarakat, sehingga terjadi pertukaran informasi dan kesepakatan yang saling menguntungkan di antara kedua pihak yang bersangkutan sebagai hasil dari penyelesaian tindak pidana yang terjadi.
Perspektif restoratif memandang kejahatan, meskipun kejahatan dilakukan juga melanggar hukum pidana, aspek yang lebih penting bukan perbuatan pelanggarannya tetapi proses penimbulan kerugian kepada korban kejahatan, masyarkat dan sebenarnya juga melanggar kepentingan pelanggar itu sendiri. Bagian-bagian yang penting ini sebagian besar telah dilupakan oleh sistem peradilan pidana menurut perspektif retributif. (Rena Yulia, 2010 : 191)
Proses keadilan restoratif pada dasarnya merupakan upaya pengalihan dari proses peradilan pidana menuju penyelesaian secara musyawarah, yang pada dasarnya merupakan jiwa dari bangsa Indonesia, untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara kekeluargaan untuk mencapai mufakat. Keadilan restoratif merupakan langkah pengembangan upaya non-penahanan dan langkah berbasis masyarakat bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Keadilan restoratif dapat menggali nilai-nilai dan praktek-praktek positif yang ada di masyarakat yang sejalan dengan penegakan hak asasi manusia.
Pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan tindak pidana juga bertujuan untuk menghindarkan pelakunya dari proses pemidanaan yang terkadang dirasakan belum dapat mencerminkan nilai-nilai keadilan. Dalam upaya penegakan hukum pidana, semestinya bukan hanya akibat tindak pidana itu yang menjadi fokus perhatian, tetapi satu hal penting yang tidak boleh diabaikan adalah faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana.
Sasaran dari proses peradilan pidana menurut perspektif keadilan restoratif adalah menuntut pertanggungjawaban pelanggar terhadap perbuatan dan akibat-akibatnya, yakni bagaimana merestorasi penderitaan orang yang terlanggar haknya (korban) seperti pada posisi sebelum pelanggaran dilakukan atau kerugian terjadi, baik aspek materiil maupun aspek immateriil.
Konsep keadilan restoratif sebenarnya telah lama dipraktekkan masyarakat adat Indonesia, seperti di Papua, Bali, Toraja, Minangkabau dan komunitas tradisional lain yang masih kuat memegang kebudayaannya. Apabila terjadi suatu tindak pidana oleh seseorang (termasuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan anak), penyelesaian sengketa diselesaikan di komunitas adat secara internal tanpa melibatkan aparat negara di dalamnya. Ukuran keadilan bukan berdasarkan keadilan retributif berupa balas dendam atau hukuman penjara, namun berdasarkan keinsyafan dan pemaafan.[http://www.kemlu.go.id/canberra/Lists/LembarInformasi/Attachments/61/Restorative%20Justice,%20Diversionary%20Schemes%20and%20Special%20Children%E2%80%99s%20Courts%20in%20Indonesia.pdf , diakses padaa tanggal 7 April 2012]
Dalam penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), konsep pendekatan keadilan restoratif menjadi sangat penting karena menghormati dan tidak melanggar hak anak. Keadilan restoratif setidak-tidaknya bertujuan untuk memperbaiki/memulihkan (to restore) perbuatan kriminal yang dilakukan anak dengan tindakan yang bermanfaat bagi anak, korban dan lingkungannya. Anak yang melakukan tindak pidana dihindarkan dari proses hukum formal karena dianggap belum matang secara fisik dan psikis, serta belum mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. Keadilan restoratif adalah konsep pemidanaan, tetapi sebagai konsep pemidanaan tidak hanya terbatas pada ketentuan hukum pidana (formal dan materil). Keadilan restoratifharus juga diamati dari segi kriminologi dan sistem pemasyarakatan. (Bagir Manan, 2008 : 4)
Pelaksanaan mediasi penal sebagai instrumen hukum keadilan restoratif adalah diskursus baru dalam sistem hukum Indonesia yang menawarkan solusi yang komprehensif dan efektif dalam menangani permasalahan ABH, walaupun mediasi sebenarnya bukanlah metode penyelesaian sengketa yang baru dalam sistem hukum Indonesia. Hukum acara perdata kita sudah mengenal adanya suatu Lembaga Damai untuk menyelesaikan sengketa perdata lebih dari seratus tahun lalu. Sifat dasar dari mediasi juga sama dengan mekanisme musyawarah. Karena itu penggunaan mediasi penal diharapkan bisa diterima kalangan professional hukum dan masyarakat umum dengan baik dan berjalan secara efektif.
Dengan pendekatan keadilan restoratif, banyak pihak yang akan memperoleh manfaatnya, adapun manfaat langsung yang dapat diperoleh pelaku tindak pidana adalah terkait dengan pemenuhan dan perlindungan atas hak-haknya dan mendidiknya untuk menjadi orang yang bertanggungjawab atas kerusakan yang telah dibuat-nya. Selanjutnya terhadap korban, dapat memperoleh ganti kerugian untuk memperbaiki semua kerusakan atau kerugian yang dideritanya akibat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Manfaat yang lebih besar lagi adalah bagi masyarakat sendiri, karena masyarakat akan lebih terlindungi dari kemungkinan terjadinya tindak pidana aksi kerusuhan pada masa akan datang atau paling tidak intensitas terjadinya tindak pidana dapat berkurang.
Keadilan restoratif ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan keadilan restributif yaitu :
1.      Memperhatikan hak – hak semua elemen pelaku, korban, dan masyarakat.
2.      Berusaha memperbaiki kerusakan atau kerugian yang ada akibat tindak pidana yang terjadi.
3.      Meminta pertanggungjawaban langsung dari seorang pelaku secara utuh sehingga korban mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya.
4.      Mencegah untuk terjadinya tindak pidana yang berikutnya.
Keadilan restoratif ini memang perlu untuk diterapkan demi terciptanya sebuah keadilan dan kepastian hukum yang diperlukan oleh masyarakat ini. Akan tetapi tidak mengubah sebuah keadilan retributif yang telah berkembang pada masyarakat saat ini.
Pendekatan keadilan restoratif perlu dilakukan karena selain sebagai sarana untuk menertibkan kehidupan masyarakat, juga sebagai sarana yang mampu mengubah pola pikir dan perilaku warga serta melindungi kepentingan setiap anggota masyarakatnya. Pendekatan ini dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga masyarakat. Melalui pendekatan keadilan restoratif, diharapkan dapat tercapai proses keadilan yang sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ditujukan untuk dilakukannya kembali tindak pidana.
Keadilan restoratif juga diharapkan dapat memberikan rasa tanggung jawab sosial pada pelaku dan mencegah stigmatisasi pelaku di masa yang akan datang. Dengan demikian konsep keadilan restoratif ini diharapkan paling tidak bisa membatasi perkara, khususnya perkara anak, dan bisa dijadikan solusi dalam pencegahan kejahatan.